Selasa, 13 Juni 2017

Jogja, Aku Jatuh Cinta Lagi (Part 1)

by Annisa Endrasiswanti
Yogyakarta..
Untuk kesekian kalinya aku menapaki kaki di kota ini dan aku merasa sejauh ini belum ada yang berbeda, masih sama.

Januari 2011
Tahun baru telah usai namun masih menyisakan libur tahunan yang cukup panjang. Jenuh rasanya jika ku habiskan dengan hanya berpolusi ria di tempat tinggal ku saat ini "si Kota Industri". Maka dari itu akhirnya aku memutuskan untuk ikut Bapa yang kebetulan punya acara arisan keluarga di rumah om Amin, di Jogja. Setidaknya di sana aku bisa menghirup udara yang berbeda. 
Seperti pada umumnya, arisan keluarga adalah ajang berkumpul nya semua anggota keluarga yang terlibat dalam transaksi ini, dan keluarga ku termasuk golongan orang-orang heboh jika sedang kumpul begini, selalu ada saja bahan cerita dan sudah tentu pasti mereka semua menggunakan bahasa jawa nan medok. Malang lah nasibku yang tidak bisa berbahasa jawa, yang cuma bisa mesem-mesem dengan wajah bingung, padahal jika ditanya aku ini cinta Indonesia loh tapi bahasa turunan Bapa saja cuma bisa bilang "moooooh". 

Jogja pagi hari di rumah om Amin
Rumahnya yang berada di kaki gunung merapi membuat dingin selalu menyapa disini, lirikan selimut menggodaku hingga surya terbit berada tepat dipuncaknya. Aktifitasku hanya tidur, makan, dan sesekali memetik salak yang pohonnya berjejer rapi disekitar rumah. Jika  malam tiba, rasanya air pun mengajakku bermusuhan karena dinginnya yang menusuk tulang.
Pagi itu saat semuanya berkumpul untuk sarapan, mereka mulai dengan kehebohan berguyon dan lagi-lagi aku yang paling kalem diantara yang lainnya.

"Kiky kuliah disini kan, Nis!" Tiba-tiba Bapa mengingatkan ku pada seseorang yang bernama Kiky, dia mantan pacarku di SMA, hampir satu tahun ini aku tidak pernah bertemu dengannya, bertukar kabar pun tidak.

"Iya, memangnya kenapa pa?"

"Suruh main kesini, biar kamu ada teman" 

Sejenak pikiranku melayang pada dirinya, "Benar juga kata Bapa, setidaknya aku bisa punya teman buat keluar rumah. Tapi memangnya dia mau ketemu aku? Ah coba saja dulu mungkin dia mau, masa lalu ya masa lalu, yang sudah terjadi biarlah berlalu, aku punya hidup baru dan mungkin dia juga begitu". Aku berkomentar dalam hati.

Ku cari nomor handphone nya di kontakku, sambil berharap nomornya masih aktif.
Tut.. Tut..Tut.. kudengar suaranya mulai tersambung.

"Halo" Seseorang menyapa disana.

"Halo, ini kiky ya?!"

"Iya. Ada apa Nis?" Suara yang tidak asing menjawabnya dan ternyata dia masih menyimpan kontak ku. 

"Mmm.. Kamu apa kabar?"

"Baik, kamu apa kabarnya?"

"Baik juga, sekarang aku lagi di jogja sama Bapa"

"Oh gitu, sampai kapan?"

"Sampai hari ini, rencananya besok pulang"

"Memang Jogjanya dimana?" 

"Turgo" 

"Mmm.. Lumayan"

"Apanya yang lumayan?"

"Lumayan jauh"

"Oh gitu, mau ketemu?" Tiba-tiba saja mulutku berucap demikian, mengikuti suara hati yang sudah ribut penasaran dengan dia yang sudah lama tak kulihat sosoknya.

     "Boleh, kirimin alamatnya ya, nanti aku kesana"

     "Oke"

     Dua jam berlalu, ku tengok halaman rumah belum juga yang ku tunggu muncul. "Mungkin dia masih dijalan, atau mungkin memang nggak mau ketemu?" Aku mulai gelisah, mungkin karena aku mulai berharap.


Bersambung..

Melangkah di Munara

Gunung Munara, sebuah gunung yang terletak di kampung sawah kec. Rumpin kab. Bogor, saat ini namanya sudah tidak asing didengar oleh orang banyak. Gunung ini memiliki tinggi 1119 Mdpl, tingginya cukup untuk memenuhi hasrat penasaran saya sebagai pendaki awam untuk  mendaki gunung pertama kalinya.
Hari ini saya ditemani dengan dua orang teman saya, kebetulan keduanya adalah kaum hawa, jadilah kita para wanita pendaki. Hehehe..   
 
Perjalanan kami dimulai dari Parung sebagai titik temu menuju Rumpin. Hanya berbekal mulut untuk bisa sampai ketujuan, karena di kawasan parung ini sudah banyak yang telah mengetahui arah menuju gunung tersebut.  Jika dari arah Tangerang dan sekitarnya, bisa mengambil jalur kearah serpong menuju Cisauk setelah itu kearah pasar Cicangkal dari pasar tersebut hanya tinggal mengikuti arah jalan menuju Rumpin. Jalanan menuju gunung tersebut kondisinya rusak karena  selalu dilewati oleh mobil truk pengangkut batu dan pasir, so.. mesti hati-hati ya, karena ketika kemarau jalanan ini sangat berdebu dan licin ketika hujan.
 
Sesampainya di Gunung Munara, kami mengurus administrasi di pos pertama. Tarif biaya masuk Rp. 5.000 dan biaya parkir motor Rp. 5.000/Kendaraan sedangkan mobil dikenakan tarif Rp. 10.000/Kendaraan.
Waktu menunjukan pukul 08.00 WIB kami bergegas untuk mulai mendaki. Sebenarnya disini tidak perlu membawa perbekalan terlalu banyak, karena terdapat banyak warung yang menyediakan berbagai makanan dan minuman. Perlu dicatat, “gunung ini panas” jadi tidak perlu memakai baju tebal karena pastinya akan membuatmu mandi keringat.



Selama perjalanan menuju puncak saya merasa lemas dengan tubuh gemetar dan rasa mual diperut, sepertinya saya terkena mountain sickness mengingat dari gejala yang saya alami tersebut. Tapi hal itu dapat diatasi dengan beristirahat sebentar sambil meneguk teh hangat. Salah seorang pedagang di sini pun menawari saya gula merah sebagai “obat kuat menuju puncak” tuturnya.



Saat mendaki puncaknya, tetap perhatikan langkah dan gunakan sepatu atau minimal sendal yang masuk dalam standar safety karena jalan bebatuan yang terjal.
 



Pemandangan yang tersuguh dari atas puncak, mampu menyihir kedua mata untuk tetap menatapnya serta rasa lelah perlahan mulai hilang tergantikan dengan suatu kepuasan.






Saya Annisa serta teman saya Diantama dan Vioni telah mengukir cerita bersama digunung ini.





“Dengan berjalan, aku melihat luasnya dunia..
dengan berjalan, aku mengenal banyak orang..
dengan berjalan, aku menemukan hal baru..
dengan berjalan, aku menggapai mimpi..
dengan berjalan, aku dapat berbagi cerita..”
Annisa Endrasiswanti
 

a matter of a taste Template by Ipietoon Cute Blog Design