|
By Annisa Endrasiswanti |
Orang itu
muncul dengan sepeda motor klasiknya yang sejak tadi berhasil membuatku
gelisah, tapi justru kehadirannya malah membuat jantungku tiba-tiba berdebar lebih
cepat "Mungkin ini rasanya ketemu mantan pacar" Gumamku.
"Hai..!"
Aku menyapanya.
"Hai!
Lama ya? Nyasar dulu soalnya" Dia balik menyapa sambil menjelaskan apa
yang terjadi padanya.
"Oh
gitu, yaudah masuk dulu" Aku mengajaknya ke ruang tamu diikuti langkahnya
di belakangku.
"Assalamualaikum,
Pa" Ucapnya ketika melihat Bapa yang asyik menonton TV.
"Wa'alaikumsalam.
Eh Kiky sudah sampai, gimana kabarnya?"
"Alhamdulillah
baik, Pa" Dia menjawab masih saja dengan gaya bahasa tubuhnya yang sopan.
"Ayo duduk
sini, oya betah nggak kuliah di Jogja?" Bapa mulai membuka percakapan.
Kutinggalkan mereka sebentar sambil mengambilkan air minum untuknya.
"Yaudah
ajak Nisa keliling Jogja gih biar kerjaannya nggak cuma metikin salak"
Ucap Bapa saat aku kembali dari dapur. "Nis, siap-siap sana"
"Kemana?"
Tanyaku bingung pada Bapa.
"Katanya
mau keluar? Atau mau disini saja metik salak berdua?" Canda Bapa.
"Eh
iya, bentar ya Ky. Aku siap-siap dulu"
Setelah
berpamitan dengan Bapa dan keluarga yang lain, kami bergegas untuk pergi.
"Emang kamu mau kemana sih? Candi? Pantai? Gua? Museum? atau mau ke angkringan?
Tanya Kiky sambil menyebutkan satu persatu pilihannya.
"Kemana
aja yang penting menarik"
"Oke
kalau gitu kita berangkat"
Di sepanjang
perjalanan kami hanya diam, kulihat dia fokus mengendarai motornya dengan
cepat, sesekali aku melihat diriku di kaca spion sambil merapikan poni
yang keluar dari balik helm. Sebenarnya aku juga bingung harus membicangkan
apa. "Tanya kabar sudah atau tanya sudah punya pacar? Ah nanti dianggap
ngarep balikan" Aku hanya bergumam dalam hati disepanjang perjalanan sampai
kami tiba ditempat tujuan.
"Kita
ke Malioboro?" Tanya ku heran saat kami berhenti dan memarkir motor di
Malioboro.
"Iya"
"Ngapain?"
"Katanya
kemana aja"
"Iya
sih, memang ada yang mau kamu beli disini?"
"Ada.
Tapi kamu yang beli" Ucapnya sambil melepas helm dan menungguku turun
dari motor.
"Aku?"
"Iya,
nih aku kasih tiga puluh ribu buat kamu belanja"
"Belanja
apa?"
"Mmm..
Apa ya enaknya?"
"Es Teh?"
Dia
menggelengkan kepala, lalu kulihat matanya celingukan memandangi
beberapa pedagang yang berada disana, seperti sedang mencari sesuatu.
"Aku mau kasih challenge, kamu harus belanja outfit pakai uang yang aku kasih ”
"Tiga puluh ribu emangnya cukup?"
Dia
menjawabku dengan hanya senyum. "Yuk masuk". Ajaknya sambil menarik
tanganku untuk mengikuti langkahnya.
Aku
celingukan memilih barang yang akan aku beli dengan uang tiga puluh ribu ini.
"Kamu serius aku harus belanja pakai uang segini?"
"Iya,
katanya jago nawar" Dia kembali tersenyum sambil tetap menggandeng
tanganku.
Kami
menyusuri setiap sudut Malioboro mencari sesuatu yang menarik dengan harga yang
irit.
"Bentar
deh" Aku menarik tangannya untuk berhenti disebuah kios yang menjual
batik. "Ini lucu" Kataku sambil memegang sebuah t-shirt
bermotif batik yang dijajakan disana. "Iki pinten, mas?" Aku mulai bertanya
pada si pedagang dengan bahasa jawa yang pas-pasan, niat hati agar bisa dapat
harga lebih murah.
"Selawe,
mba" Jawab si pedagang"
"Selawe
berapa Ky?" Aku setengah berbisik pada Kiky dan itu malah membuatnya
tertawa.
"Kan
kamu yang orang jawa, koq nanya aku?"
"Ah
kamu nggak ngebantu" Gerutuku. "Selawe berapa, mas?" Dengan
wajah bingung akhirnya aku bertanya pada pedagangnya.
"Dua
puluh lima ribu,mba"
"Lima
belas ribu deh" Aku coba mulai bernegoisasi harga.
"Belum
bisa,mba"
"Harga
pas nya berapa?"
"Paling
bisa kurang jadi dua puluh ribu itu sudah harga pas ya,mba"
"Lima
belas ribu aja,mas" Aku masih berusaha menawar.
"Nggak
bisa,mba"
Aku melirik
kiky yang sejak tadi masih senyum-senyum.
"Kalau
baju yang lima belas ribu ada nggak?"
"Oh
ada" Si pedagang mulai mengambil beberapa pakaian yang kumaksud.
"Kalau
itu celananya berapa?" Kutunjuk sebuah celana yang menggantung dipojok
kanan.
"Ini
murah, mba harganya cuma dua puluh ribu"
"Aku
ambil baju ini sama celana itu harganya selawe ya" Kataku
"Belum
bisa,mba"
"Terus
berapa bisanya?"
"Gini
saja, saya kasih tiga puluh ribu harga pas ya"
"Yaah
abis dong uangnya" Gerutuku. "Gimana Ky? Aku menang atau kalau kalau
begini?" Kataku pada Kiky.
"Mmm..
gimana ya?" Dia pura-pura sedang berpikir. "Yaudah belanjaannya
dibayar dulu tuh" Lanjutnya kemudian.
"Jadi
ini menang atau kalah?" Aku mengulangi pertanyaanku lagi
"Mau
nya apa?"
"Menang"
"Yaudah
kamu menang"
"Udah
gitu doang?"
"Ada hadiahnya koq"
"Apa?"
"Mmm.. Sesuatu yang indah"
"Apa?" Ku ulang lagi pertanyaanku
"Sekarang
kita makan yuk" Ajaknya sambil berjalan mencari tempat makan, nampaknya dia tidak ingin memberitahu dulu. Tak lama
kemudian kami berhenti disebuah warung burjo, dan langsung memesan makanannya.
"Kamu
suka makan disini?" Aku mencoba memulai percakapan.
"Suka.
Tapi kadang-kadang sih"
"Kenapa? karena
rasanya enak?"
"Karena
murah, hehehe"
Aku tertawa
mendapati jawabannya. "Enak nggak jadi anak kost?" Aku bertanya
kembali sambil menyantap bubur kacang hijau yang sudah tersaji dihadapanku.
"Mmm...
gimana ya ngejelasinnya" lagi-lagi dia berpura-pura sedang mikir keras.
"Ada enak, ada juga nggaknya. Salah satu yang bikin nggak enaknya itu pas
lagi belum dapat kiriman, coba bayangin deh aku pernah punya uang cuma
sepuluh ribu, terus karena lapar akhirnya uangnya aku pakai buat beli nasi
padang tapi belinya dibungkus biar agak banyak". Dia berhenti bercerita
sesaat untuk meneguk minumnya.
"Terus?"
Aku tidak sabar menunggu ceritanya lagi.
"Aku
langsung buru-buru pulang pengen cepat makan eh pas sampai kost aku udah nggak
liat bungkus nasinya yang aku cantel di motor"
"Loh
emangnya kemana?"
"Jatoh"
"Kasian" Aku menahan tawa membayangkan perasaannya saat itu sambil memasang wajah yang kubuat memelas.
"Iya
kasian banget ya, tapi ada yang lebih kasian lagi daripada ini"
"Apa
tuh?" Aku penasaran
"Jadi
jomblo"
"Kamu
jomblo?"
"Emang
kamu punya pacar?"
"Nggak
juga sih, tapi yang deketin masih banyak, hehehe" Canda ku
"Berarti
kamu jomblo unggul"
Aku tertawa
geli tapi tidak menanggapi guyonannya. Kami mulai
asyik bercerita dari hal-hal unik sampai yang nggak penting hingga tak terasa
hari mulai terik.
Setelah
selesai makan dan bercerita ria kiky menepati janjinya untuk memberiku hadiah. Sebuah hadiah yang mungkin akan membuatku rindu dengan Jogja.
Bersambung...