Gunung
Munara, sebuah gunung yang terletak di kampung sawah kec. Rumpin kab. Bogor, saat
ini namanya sudah tidak asing didengar oleh orang banyak. Gunung ini memiliki
tinggi 1119 Mdpl, tingginya cukup untuk memenuhi hasrat penasaran saya sebagai
pendaki awam untuk mendaki gunung
pertama kalinya.
Hari ini saya ditemani dengan dua orang teman saya, kebetulan keduanya adalah kaum hawa, jadilah kita para wanita pendaki. Hehehe..
Hari ini saya ditemani dengan dua orang teman saya, kebetulan keduanya adalah kaum hawa, jadilah kita para wanita pendaki. Hehehe..
Perjalanan kami dimulai dari Parung sebagai titik temu menuju Rumpin. Hanya berbekal mulut untuk bisa sampai ketujuan, karena di kawasan parung ini sudah banyak yang telah mengetahui arah menuju gunung tersebut. Jika dari arah Tangerang dan sekitarnya, bisa mengambil jalur kearah serpong menuju Cisauk setelah itu kearah pasar Cicangkal dari pasar tersebut hanya tinggal mengikuti arah jalan menuju Rumpin. Jalanan menuju gunung tersebut kondisinya rusak karena selalu dilewati oleh mobil truk pengangkut batu dan pasir, so.. mesti hati-hati ya, karena ketika kemarau jalanan ini sangat berdebu dan licin ketika hujan.
Sesampainya di Gunung Munara, kami mengurus administrasi di pos pertama. Tarif biaya masuk Rp. 5.000 dan biaya parkir motor Rp. 5.000/Kendaraan sedangkan mobil dikenakan tarif Rp. 10.000/Kendaraan.
Waktu menunjukan pukul 08.00 WIB kami bergegas untuk mulai mendaki. Sebenarnya disini tidak perlu membawa perbekalan terlalu banyak, karena terdapat banyak warung yang menyediakan berbagai makanan dan minuman. Perlu dicatat, “gunung ini panas” jadi tidak perlu memakai baju tebal karena pastinya akan membuatmu mandi keringat.
Selama
perjalanan menuju puncak saya merasa lemas dengan tubuh gemetar dan rasa mual
diperut, sepertinya saya terkena mountain sickness mengingat dari gejala yang
saya alami tersebut. Tapi hal itu dapat diatasi dengan beristirahat sebentar
sambil meneguk teh hangat. Salah seorang pedagang di sini pun menawari saya gula
merah sebagai “obat kuat menuju puncak” tuturnya.
Saat
mendaki puncaknya, tetap perhatikan langkah dan gunakan sepatu atau minimal
sendal yang masuk dalam standar safety karena jalan bebatuan yang terjal.
Pemandangan
yang tersuguh dari atas puncak, mampu menyihir kedua mata untuk tetap
menatapnya serta rasa lelah perlahan mulai hilang tergantikan dengan suatu
kepuasan.
Saya
Annisa serta teman saya Diantama dan Vioni telah mengukir cerita bersama digunung
ini.
“Dengan berjalan, aku melihat luasnya
dunia..
dengan berjalan, aku mengenal banyak orang..
dengan berjalan, aku menemukan hal baru..
dengan berjalan, aku menggapai mimpi..
dengan berjalan, aku dapat berbagi
cerita..”
Annisa
Endrasiswanti
0 komentar:
Posting Komentar